Lulusan SMK banyak menganggur karena kualitasnya tak layak

Niat pemerintah membekali tenaga kerja terampil lewat SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) melahirkan masalah lain: ledakan pertumbuhan jumlah lulusan SMK.

image

Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy setidaknya kini ada 13.900 SMK dikelola swasta dan 3.400 yang dikelola negeri. Namun sayangnya tidak diikuti dengan pertumbuhan kualitas.

Muhadjir menceritakan, ada SMK yang jumlah siswanya hanya 50 anak dalam satu sekolah. Artinya rata-rata hanya ada 10 siswa setiap kelas.

"Kelihatan ideal, tapi malah 'terlalu' ideal karena hanya membangun, tidak disertai dengan kualitas yang baik," ujar Muhadjir, Kamis (26/4/2018) seperti dikutip dari Kompas.com.

Sebab kualitasnya tak sesuai ini, banyak lulusan SMK banyak yang menganggur karena tidak layak diserap lapangan kerja.

Salah satu contoh adalah lulusan SMK di Jakarta. Menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno, 30 persen lulusan SMK ini menganggur. Sebabnya, mereka tak mampu bersaing di dunia kerja.

Secara nasional, bahkan pengangguran di Indonesia banyak disumbang oleh mereka yang pernah mengenyam pendidikan di SMK.

Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto, jumlah pengangguran pada Agustus 2017 jika dilihat dari pendidikan, lebih banyak dari lulusan SMK dibanding lulusan pendidikan lainnya.

"Untuk SMK paling tinggi di antara tingkat pendidikan lain. Yaitu sebesar 11,41 persen," kata Suhariyanto di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (6/11/2017) seperti dikutip dari financedetik. Pengangguran dari lulusan SD justru paling kecil, hanya 2,62 persen.

Menurut data statistik Kemendikbud, pada 2017 jumlah lulusan SMK mencapai 1.285.178 orang. Tapi tak ada data berapa yang diserap oleh lapangan kerja dan berapa yang menganggur.

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai, belum ada perhatian serius terhadap pendidikan selama 12 tahun terakhir. Mereka berdialog dengan berbagai stakeholder.

"Secara umum ada semacam miss match antara demand side dan supply," ujar Ubaid Matraji, Koordinator Nasional JPPI seperti dikutip dari CNN Indonesia, Februari lalu.

Ubaid menjelaskan, sebenarnya kebutuhan akan tenaga kerja banyak, tetapi tenaga kerja yang tersedia tidak memiliki keahlian yang dibutuhkan dunia usaha.

Pembangunan sekolah gencar di berbagai wilayah tapi tidak diikuti tata kelola yang baik termasuk laboratorium yang tidak up to date.

Misalnya bengkel untuk siswa jurusan otomotif. "Servis bengkel motor masih utak atik karburator, padahal motor-motor zaman sekarang sudah enggak pakai," tambahnya.

Muhadjir menjelaskan, kementeriannya tengah 'merestorasi' sektor pendidikan. Antara lain dengan mempercepat peningkatan kualitas pendidikan. Kemendikbud memberikan bantuan program revitalisasi SMK kepada 219 SMK guna meningkatkan kualitas pendidikan di SMK.

Selain bantuan, juga akan diikuti dengan program 'link and match' bekerja sama dengan dunia industri. Sudah ada 219 SMK yang telah memiliki standar perusahaan, sehingga lulusannya dapat langsung diterima bekerja.[btg]

Post a Comment

0 Comments